KEUNGGULAN EKONOMI DAN BANK SYARIAH
Berbagai masalah yang terjadi dalam dunia ekonomi
kovensional yang dianggap tidak lagi memadai untuk memahami manusia dan
masyarakat, karena sistem ekonomi konvensional berpijak pada filosofi
positivisme yang mendewakan power of
rational. Pendewaan terhadap kekuatan rasionalitas ini memiliki dampak pada
tergusurnya nilai-nilai dfan aspek-aspek subjektif seperti etika dan moral yang
bersifat teologis. Sehingga sekarang ini salah satu paradigma ekonomi yang
memperoleh paresiasi secara luas dalam beberapa dasawarsa belakangan ini adalah
paradigm islam. Paradigm ini muncul sebagai alat untuk menerobos sains (ilmu
ekonomi) positivistic. Jika positivisme hanya mengenal realitas materi, maka paradigma
islam mengenal realitas materi dan realitas lain yang melampaui materialism
yaitu realitas spiritual.
Dalam praktik
ekonomi dan perbankan syariah, dua realitas (material dan spiritual) tersebut
bersifat mutually inclusive,bersumber dari wahyu dan akal. Paradigma islam
memiliki kekuatan dalam mentransformasi ekonomi positivistik menjadi ekonomi
dan akuntansi sebagai ilmu dan praktik yang memiliki warnja lain. Yaitu ilmu
yang tidak semata-mata dipandang sebagai instrument ilmu dan bisnis untuk tujuan
realitas material, melainkan juga sebagai instrument yang dapat digunakan untuk
menstimulasi bangkit dan hidupnya kesadaran ketuhanan (kesadaran spiritual) dan
kesadaran ekologis. Dalam sistem ekonomi dan perbankan islam terdapat sistem
premis dasar yang sama sekali berbeda dengan sistem ekonomi positivistik yang
dikemukakan sebelumnya, baik dari sisi ontologis, epistemilogis, maupun sisi
aksiologis nya. Sisitem ini berpijak diatas landasan ilahiah, nilai-nilai
syariah. Ia memiliki aksioma etika meliputi:
tauhid, keadilan, keseimbangan dan tanggung jawab.
# Ekonomi dan Islam
Kemunculan
sistem ekonomi dan perbankan syariah, bagi para proponennya diharapkan dapat
mengembalikan ekonomi dan bisnis manusia pada sentrumnya yang sesungguhnya.
Nilai-nilai humanis transendental sebagai substansi dari nilai tauhid dan
keadilan yang merupakan aksioma etika ekonomi islam, sangat tepat dialamatkan
pada masyarakat kapitalis modern yang telah hilang arah dalam menemukan makna
hidup akibat dioperbudaki oleh materialisme dan rasionalisme.
Kemunculan sistem ekonomi dan bank syariah dalam
percaturan ekonomi dan perbankan madern merupakan upaya menghadirkan
(dekonstuksi) aspek lain yang telah termarginalkan dalam ilmu dan sistem
ekonomi modern, yakni terjadinya erosi nilai-nilai spiritual. Ekonomi dan
perbankan islam memiliki landasan ontologis yang bersumber dari semangat
nila-nilai syariah, landasan ini pula lah yang membedakannya dengan sistem
ekonomi konvensional modern.
Sebagai sebuah sistem yang dikonsruk dengan bangunan ontologism yang berbeda dari ekonomi kapitalisme, bank syariah memiliki kekuatan dan prospek yang besar untuk mengubah realitas yang ada dalam bentuk yang berbeda. Realitas ini semakin menjanjikan apabila individu-individu kunci (key person) yang memainkan peran penting (direktur dan manajer) dalam bank syariah memiliki pemahaman dan kemampuan mentranformasi pemahaman tersebuat pada indvidu-individu lain yang berda diluar wilayah organisasinya. Dalam konteks ini, pengetahuan yang dimiliki oleh individu yang berperan sebagai key person dalam praktik ekonomi dan perbankan syariah memiliki elan vital yang sangat menentukan bagi terbentuknya realitas yang sesuia dengan pengetahuannya.
Sebagai sebuah sistem yang dikonsruk dengan bangunan ontologism yang berbeda dari ekonomi kapitalisme, bank syariah memiliki kekuatan dan prospek yang besar untuk mengubah realitas yang ada dalam bentuk yang berbeda. Realitas ini semakin menjanjikan apabila individu-individu kunci (key person) yang memainkan peran penting (direktur dan manajer) dalam bank syariah memiliki pemahaman dan kemampuan mentranformasi pemahaman tersebuat pada indvidu-individu lain yang berda diluar wilayah organisasinya. Dalam konteks ini, pengetahuan yang dimiliki oleh individu yang berperan sebagai key person dalam praktik ekonomi dan perbankan syariah memiliki elan vital yang sangat menentukan bagi terbentuknya realitas yang sesuia dengan pengetahuannya.
Karena ekonomi dan bank syariah hendak dijadikan
sebagai instrument utama dalam mendekontruksi realitas ekonomi modern, maka key
person yang terlibat dalam lingkungan organisasi ekonomi syariah, disamping
memiliki kualitas internal juga dituntut untuk memahami implikasi-implikasi
kemanusiaan dan implikasi lain secara lebih luas dari praktik ekonomi yang
hendak didekontruksi.
Artinya,
apabila pemahaman (pengetahuan) bahwa islam menempatkan manusia sebagai
khalifah Allah dimuka bumi, maka dengan pengetahuan seperti itu, individu
mempersepsikan kegiatan dan prilaku ekonomi sebagai bagian dari misi
kekhalifahannya. Dengan demikian, memandang aktivitas ekonomi sebagai sarana
untuk mengejar keuntungan material harus dihilangkan, sebab akan menjebak
individu betindak secara deterministik, materialistik dan egoistik. Hal ini
berbeda dengan cara pandang individu yang mempersepsikan dirinya sebagai
khalifah Allah yang memiliki tanggung jawab menebar jaring-jaring tauhid dan
keadilan dalam aspek ekonomi bisnisnya.
Dalam konteks dekontruksi nilai-nilai materialistik
dan egoistik dalam praktik ekonomi dan bank modern,maka seorang ekonom, key
person dalam lingkungan organisasi bisnis harus menjadikan dua nilai tauhid
dsan keadilan sebagai dasar pijakan dalam berinteraksi dan mengkontruksi
realitas social – ekonomi.
# Etika Ekonomi dan Bisnis Islam
Apabila
etika dipahami sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan antara apa
yang benar dari apa yang salah, maka padanan kata yang lebih dekat dengan makna
tersebut dalam islam adalah khuluq, khair, qist, birr, adl, haq dan taqwa.
Unifikasi antara aspek-aspek yang bersifat humanis
(ekonomi dan bisnis) dan transendental (etika agama) dalam ekonomi Islam
mengimplikasikan dua hal penting: pertama, persoalan ekonomi bisnis dalam
ekonomi Islam bersumber dari agama (Islam). Sehingga Islam tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan Allah (Ibadah). Kedua, Islam juga mamberikan semangat
kesadaran nilai yang menjiwai seluruh aktivitas muamalah manusia.
Islam
sebagai the holistic way of life, di samping yang memiliki ajaran yang bersifat
transendental, juga memberikan perhatian pada asfek humanis (kemanusiaan).
Bahkan dalam hal yang menyangkut urusan-urusan dunia (ekonomi dan bisnis),
manusia di berikan otonomi untuk membuat keputusan yang memihak kepada
kesejahteraan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini bisa
dinisbatkan pada pernyataan nabi bahwa “kamu lebih mengetahui urusan duniamu”.
Teori-teori
etika tersebut sekaligus memberikan justifikasi terhadap pandangan anomali
selama ini yang memandang ekonomi dan bisnis sebagi aktivitas yang bebas dari
gravitasi etika. Adanya anggapan bahwa ekonomi merupakan wilayah yang bebas
dari gravitasi etika merupakan implikasi dari kesalahan ontologi dari sebuah
paradigma ilmu yang selama ini dominan yaitu paradigma modernisme yang positivistic.
Etika ekonomi dan bisnis dalam persfektif islam bukan
hanya di maksud untuk mereformasi kesalahan ontologis ekonomi dan bisnis
modern, tetapi juga dimaksud untuk merekonstruksi nilai etika ekonomi dan
bisnis yang bersifat holistic, nilai etika yang mengakomodasi kepentingan
duniawi manusia dalam bidang ekonomi dan muamalah secara luas tanpa harus
kehilangan ruh spiritualnya. Kedunya dalam perspektif ekonomi dan bisnis Islam
merupakan dua entitas yang bersifat built in, melekat satu sama lainnya.
Sedangkan sistem ekonomi konvensional yang
sekarang ini banyak dipakai oleh banyak Negara termasuk Indonesia yang
memberikan kebebasan secara penuh kebebasan kepada setiap orang untuk
melaksanakan kegiatan perekonomian. Dalam ekonomi konvensional, setiap warga
dapat mengatur nasibnya sendiri dengan sesuai dengan kemampuannya, semua orang
bebas bersaing dalm bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya, serta
melakukan kompetisi sebisnis secara bebas dengan berbagai cara. Hal ini
mengakibatkan terbentuknya sekelomkpok orang yang kaya dan sekelompok orang
yang miskin, kaum kaya akan semakin kaya dan kaum miskin akan semakin miskin.
Sistem ekonomi konvensional yang saat ini berkembang,
ternyata belum mampu untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Kesejahteraan
masyarakat menurut konvensional saat ini menitik beratkan pada sisi materi,
pandangan ini menyatakan kesejahteraan masyarakat dapay dicapai melalui
pencapaian tujuan material tertentu.
Masalah belum tercapainya kesejahteraan bagi
masyarakat memberikan pandangan bahwa pemikir dunia perlu mencari sistem
perekonomian alternatif. Pencarian sistem perekonomian alternatif ini
setidaknya didasarkan pada asumsi sementara bahwa sistem kapitalis dan sosialis
tidak mampu memberikan jawaban terhadap permasalahan ekonomi dunia saat ini.
Sistem ekonomi alternatif yang di maksud itu adalah sistem ekonomi yang
berpihak kepada seluruh lapisan masyarakat yaitu sistem ekonomi Islam
(syariah).
Daftar pustaka
Muhammad. 2008.
Perekonomian Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Subagyo. 2005. Ekonomi
dan Bank Syariah. Jakarta: Gema Insan Press.
Muhidin, Arsal. 2003. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Teraju.
No comments:
Post a Comment