Pages

Friday, March 15, 2013

Hukum Distribusi Solut




Menurut hukum distribusi Nernst bila dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air.
Dalam campuran solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut, setelah di kocok – kocok, kemudian dibiarkan maka akan  terjadi 2 fasa yang terpisah. Perbandingan kosentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut dikenal dengan tetapan distrbusi atau koefisien distribusi.
Koefisien distribusi (KD) dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
KD = C2/C3 atau KD = Co/Ca
C1 atau Ca adalah kosentrasi solute dalam pelarut pertama atau pelarut air
C2 atau Co adalah kosentrasi solute dalam pelarut dua  atau pelarut organik
Sesuai dengan kesepakatan, kosentrasi solute dalam pelarut organik dituliskan di bawah. Dari rumus diatas apabila harga KD besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak dalam pelarut organik demikian sebaliknya.
Rumus diatas dapat berlaku jika
·         Solute tidak ter ionisasi dalam salah satu pelarut
·         Solut tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut
·         Zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi – reaksi lain.


http://robbaniryo.com/ilmu-kimia/hukum-distribusi/#more-266

Hukum Dasar Termodinamika



Hukum Dasar Termodinamika
May 5
Posted by Fitrah
1. Temperatur 
Seperti diketahui bahwa temperatur merupakan salah satu properti sistem yang telah dikenal luas penggunaannya, akan tetapi agak sukar untuk mendefinisikannya, oleh karenanya definisi tentang temperatur akan lebih baik diberikan dalam suatu fenomena saja. pertama kita menyadari adanya temperatur (suhu) sebagai perasaan panas atau dingin bila kita menyentuh suatu benda. Demikian juga apabila dua buah benda, yang satu panas dan yang satu dingin, disentuhkan satu sama lain, maka benda yang panas akan mendingin, dan yang dingin akan menjadi panas, sehingga pada suatu waktu, keduanya akan memiliki rasa panas atau dingin yang sama. Sebenarnya yang terjadi adalah kedua benda tersebut mengalami perubahan sifat, dan pada waktu proses perubahan ini berhenti, kedua benda berada dalam keadaan kesetimbangan thermal. Jadi dua sistem yang berada dalam kesetimbangan thermal mempunyai sifat yang sama, sifat ini disebut temperatur (suhu). Dengan kata lain, temperatur dari suatu benda adalah suatu indikator dari keadaan panas yang dimiliki-nya didasari kepada kemampuan benda tersebut untuk mentransfer panas ke benda lain. Hukum dasar yang mendasari pengukuran suhu dikenal dengan hukum thermodinamika ke-nol. Hukum thermodinamika ke-nol menyatakan bahwa apabila dua buah benda masing-masing berada dalam keadaan kesetimbangan thermal dengan benda yang ketiga, maka kedua benda ini berada dalam kesetimbangan termal satu sama lain, artinya, suhu kedua benda tersebut adalah sama. Skala untuk menentukan besar kecilnya temperatur yang sudah dikenal adalah Fahrenheit, Celcius, Kelvin dan Rankine. Untuk melihat perbedaan skala dari ke empat skala tersebut, bisa dilihat pada gambar berikut ini                                                  .
Gambar 1. Skema Perbandingan Temperatur

Jelas terlihat bahwa satu satuan derajat (satuan perbedaan temperatur) adalah tidak sama untuk Kelvin-Celcius dengan Rankine-Fahrenheit, atau dengan kata lain bisa di buat :
                                                                                              (1)
                                                                                                 (2)
dan dari nilai skala seperti pada Gambar 1, diperoleh perbandingan :
                           dan                                   (3)
dari penjelasan tersebut, maka dapat diperoleh relasi antara Rankine dengan Fahrenheit dan relasi antara Celcius dengan Kelvin seperti berikut ini.
                                                           (4)
                                                             (5)
2. Tekanan
Tekanan secara matematis dapat diefinisikan seperti berikut ini :
P=Fn/A                                                                                                          (6)
Fn   = Komponen Gaya Normal tegak lurus A
A     = Luas penampang Lintang
Agar lebih mudah dipahami, perhatikan Gambar 2 berikut ini.
Untuk gas dan cairan, istilah tekanan sering digunakan, tetapi untuk zat padat, lebih sering digunakan istilah tegangan. Tekanan pada tiap titik dalam fluida yang diam besarnya sama ke segala arah dan tekanan didefinisikan sebagai komponen gaya yang tegak lurus pada suatu bidang per satuan luas. Tekanan P pada suatu titik di dalam fluida yang berada dalam kesetimbangan besarnya sama ke segala arah, akan tetapi untuk zat cair yang pekat dan dalam keadaan bergerak, variasi tekanan terhadap kedudukan bidang datumnya merupakan suatu hal yang penting dan perlu pembahasan khusus di luar thermodinamika. Dalam thermodinamika klasik, umumnya diperhatikan tekanan fluida dalam keadaan setimbang.
Dalam berbagai penggunaan, umumnya digunakan istilah tekanan absolut, yaitu tekanan yang dimiliki oleh sistem pada batas sistem. Istilah absolut digunakan untuk membedakannya dari tekanan relatif (pressure gauge), karena dalam praktek, pengukur tekanan dan pegukur kevakuman menyatakan perbedaan antara tekanan absolut dan tekanan atmosfer. Untuk memperoleh tekanan absolut, maka tekanan atmosfer harus ditambahkan pada pembacaan tekanan relatif, jadi :
            Pabsolut  = Prelatif + Patmosfer                                                                      (7)
Persamaan  (7) ini digunakan untuk tekanan di atas tekanan atmosfer. Untuk tekanan di bawah tekanan atmosfer, maka tekanan relatif menjadi negatif, dan umumnya disebut tekanan vakum sebesar harga tekanan relatif tersebut. Jadi tekanan relatif sebesar –10 atm disebut vakum sebesar 10 atm. Hubungan antara tekanan absolut, tekanan relatif, tekanan atmosfer, dan vakum dinyatakan secara grafis dalam Gambar 3 berikut ini
Gambar 3. Skema Perbandingan Tekanan
3. Hukum-Hukum Dasar Thermodinamika
Di dalam mempelajari thermodinamika akan selalu megacu kepada hukum-hukum dasar thermodinamika yang ada.  Ada tiga hukum yang sangat penting, yaitu hukum thermodinamika pertama, kedua dan ketiga. Ketiga hukum ini bersama-sama dengan hukum thermodinamika ke nol membentuk suatu dasar yang membangun pengetahuan thermodinamika. Hukum-hukum ini bukanlah dalil (teorema) dalam pengertian dapat dibuktikan, tetapi sebenarnya adalah postulat yang berdasarkan kenyataan eksperimental. Seperti halnya hukum thermodinamika pertama, suatu eksperimental telah dilakukan Joule (1840-1878) sebagai suatu perwujudan dan pembuktian dari hukum pertama tersebut. Dalam buku thermodinamika bagian pertama ini hanya dibahas hukum pertama dan kedua saja.
3.1   Hukum Thermodinamika I dan Formulasinya
Hukum I Thermodinamika menerangkan tentang prinsip konservasi energi yang menyatakan bahwa, energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, namun demikian energi tersebut dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain  menjadi kerja misalnya. Dari konsep ini, dapat dikatakan bahwa energi dapat diubah menjadi kerja dan juga kerja dapat diubah menjadi energi.  Dalam kaitan dengan Thermodinamika salah satu bentuk dari energi yang dimaksud adalah Panas (Heat),  dan kerja (Work).
Ditinjau suatu sistem tertutup, persamaan energi di peroleh dari penyusunan Neraca Energi untuk sistem tertutup tersebut, yaitu seperti berikut :
                         (8)
                                                                             (9)
Keterangan :    Q         = Panas yang berpindah dari atau ke sistem ( Qin – Qout )
                             W         = Kerja dalam berbagai bentuk ( Wout – Win )
                                 = Perubahan Energi total dari sistem, ( E2 – E1 )
Perubahan Energi total  dinyatakan sebagai jumlah dari perubahan energi dalam , energi potensial  , dan energi kinetik pada suatu sistem, maka persamaan (9) dapat ditulis dalam bentuk :
                                                                              (10)
Keterangan :
                            
    

 
                               
kebanyakan sistem tertutup adalah stasioner sehingga perubahan energi kinetik dan potensial dapat diabaikan, persamaan (10) menjadi :
                                                                                                      (11)
Telah menjadi suatu kesepakatan umum, bahwa tanda “ + “ dan “ “ dari nilai Q dan W adalah seperti berikut ini.
Gambar 4. Sistem tertutup dan notasi kerja dan panas
Untuk menghitung nilai Kerja (W) dari suatu proses pada sistem tertutup ini, akan diilustrasikan dari pergerakan piston di dalam sebuah silinder, seperti gambar berikut ini.
Gambar 5.  Silinder Piston
Menurut Hukum thermodinamika pertama, energi dalam dari sistem akan berubah bila sistem akan berubah bila sistem tersebut menerima kerja atau melepaskan panas. Dari gambar diatas dapat dikatakan bahwa bila piston ditekan dengan tekanan tertentu secara konstan, maka volume cairan akan berubah sampai suatu saat sistem tersebut diberikan sejumlah kalor (panas) sehingga cairan tersebut kembali mengekspansi sampai ke keadaan semula. Akhirnya satu siklus proses tadi dapat dikatakan reversibel pada tekanan tetap dan volume tetap. Dalam bentuk formulasi matematisnya dapat dinyatakan sebagai berikut.
Kerja (W) = Gaya (F) x Jarak perpindahan (L)                                   (12)
Untuk Gambar 5 tersebut, Gaya (F) = P x A, dimana A adalah luas penampang lintang piston yang bekerja pada cairan, dengan demikian kerja (W) dapat ditulis sebagai :
                                                                                            (13)
Atau                                                                                     (14)
Untuk perubahan volume yang sangat kecil (dV), maka persamaan (14) dapat ditulis sebagai :
            dW = P dV                                                                                                (15)
integrasi persamaan (15) akan menghasilkan :
                                                                                                     (16)
Contoh (1):
Sebuah tangki berisi air panas yang akan didinginkan dengan cara  mengaduk-aduk air panas tersebut dengan pengaduk. Mula-mula energi dalam dari fluida adalah 800 kJ. Selama proses pendinginan, fluida kehilangan panas sebesar 500 kJ, dan pengaduk melakukan kerja terhadap fluida sebesar 100 kJ.Tentukan nilai energi dalam akhir.
 Penyelesaian :
Persoalan tersebut digambarkan seperti berikut ini :
Gambar 6. Ilustrasi sistem
Analisis :
Terlihat bahwa tidak ada massa yang berpindah, sehingga sistem yang dimaksud adalah sistem tertutup atau non flow system. Tidak ada pergerakan sistem dan sistem dianggap stasioner, sehingga DEp dan DEk sama dengan nol, maka digunakan persamaan (2-11) :
                       
                                      = U2 – U1
dengan mengacu pada tanda “ + “ dan “ – “ terhadap sistem, maka diperoleh :
-500 kJ – (-100 kJ) = U2 – 800 kJ
                        U2 = 400 kJ         
2.3.2        Enthalpi
Secara eksplisit, enthalpi didefinisikan dalam bentuk persamaan matematis seperti berikut ;
       H = U + PV                                                                                                (17)
keterangan : H  = enthalpi
                          P = tekanan absolut
                          V = volume
semua variabel yang ada dipersamaan (17) harus mempunyai satuan yang sama. Hasil kali P dengan V mempunyai satuan energi, demikian juga dengan U. Oleh karena U, P dan V adalah fungsi keadaan (state functions), bentuk differensial dari persamaan (17) dapat ditulis sebagai :
            dH = dU + d(PV)                                                                                  (18)
persamaan (18) ini digunakan apabila adanya suatu perubahan differensial pada suatu sistem. Integrasi persamaan (18) akan menghasilkan :
                                                                         (19)
enthalpi sebagai salah satu properti thermodinamika, sangat berguna dalam banyak pemakaian, terutama pada persoalan-persoalan yang melibatkan proses alir yang seringkali memunculkan suku-suku U dan PV.
Contoh (2) :
Hitunglah dan  untuk 1 kg air, apabila aitr tersebut diuapkan pada temperatur konstan 100 oC dan tekanan konstan 101.325 kPa. Volume spesifik air dalam fasa cair dan volume spesifik air dalam fasa uapnya masing-masing adalah 0.00104 dan 1.673 m3/kg. Pada proses ini, panas sebesar 2256 kJ diberikan kepada air sehingga penguapan dapat berlangsung.
Penyelesaian :
Analisis : air sebanyak satu kilogram ditetapkan sebagai sistem. Dimisalkan air tersebut ditempatkan di dalam sebuah silinder tabung yang bertekanan 101.325 kPa. Begitu panas diberikan, air akan mengekspansi dari volume mula-mula ke volume akhir, kerja yang diberikan oleh air kepada piston, dihitung menurut persamaan (2-16), yang hasil integrasinya adalah :
W = P (V2 – V1)                                                                        (A)
V2 adalah volume uap air di dalam silinder, besarnya :
      = Massa air didalam tangki (volume spesifik cairan air)
      = 1 kg (1.673 m3/kg)
      = 1.673 m3.
V1 adalah volume air di dalam silinder, besarnya :
      = Massa air didalam tangki (volume spesifik uap air)
      = 1 kg (0.00104 m3/kg)
      = 0.00104 m3.
Substitusikan harga-harga tersebut ke dalam persamaan (A), sehingga diperoleh :
W = (101.325 kPa) (1.673 – 0.00104) m3
W = 169.4 kPa = 169.4 kJ.
Selanjutnya nilai   dapat dihitung dari persamaan (11).
  = 2256.9 – 169.4 = 2087.5 kJ
sedangkan , dihitung dari persamaan (19), dengan catatan bahwa tekanan selama proses berlangsung adalah tetap, hasilnya adalah :
    =  + W
    = 2087.5 kJ + 169.4 kJ = 2256.9 kJ
3.3    Proses Alir ( Flow-System) Steady-state
Untuk kebanyakan proses dalam industri, analisis terhadap  proses alir steady-state sering dijumpai, terutama pada peristiwa mengalirnya fluida di dalam suatu peralatan. Analisis dan perhitungan yang dilakukan terhadap peristiwa demikian tetap akan didasari pada hukum thermodinamika pertama dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Istilah steady-state dalam hal ini berkaitan dengan berlangsungnya suatu proses tidak tergantung kepada waktu atau dengan kata lain, tidak terjadi akumulasi massa dan energi dari suatu sistem yang ditinjau. Sebagai dasar dari perhitungan proses alir ini, disusunlah suatu persamaan kontinuitas.
Persamaan kontinuitas menggambarkan suatu hubungan tekanan, kecepatan aliran, dan luas penampang aliran dari titik inlet ke titik outlet tanpa melalui suatu sistem peralatan proses. Berikut ini akan diturunkan persamaan kontinuitas untuk suatu aliran satu dimensi. Sebagai Illustrasi perhatikan    Gambar 7.
Gambar 7. Aliran melalui Potongan Tabung
Apabila proses mengalirnya fluida di dalam tabung tersebut berlangsung secara steady-state, maka massa fluida yang mengalir melalui tiap penampang harus sama, dengan kata lain :
                                                                (20)
atau                                                                                      (21)
Persamaan (21) dikenal sebagai Persamaan Kontinuitas untuk aliran satu dimensi. Dengan menggunakan differensial Logaritmik, diperoleh bentuk :
                                                                                          (22)
Persamaan kontinuitas adalah pernyataan matematik dari prinsip kekekalan massa, dan bersama-sama dengan persamaan energi sebelumnya, sangat membantu penyelesaian soal-soal keteknikan.
            Untuk memudahkan dalam mendapatkan bentuk umum dari persamaan energi proses alir, Pertimbangkan suatu proses alir seperti pada Gambar 8 berikut.
Gambar 8. Proses Alir Steady-state
Suatu fluida mengalir  melalui peralatan-peralatan seperti tersebut pada gambar, dari titik inlet (“1”) ke titik outlet (“2”). Pada titik inlet (“1”) kondisi fluida ditandai dengan subskrip 1. Pada titik ini pula fluida berada pada ketinggian z1 dari bidang datumnya, dengan kecepatan v1, memiliki volume spesifik  v1, tekanan P1 dan energi dalam (U1). Dengan cara yang sama, untuk titik outlet ditandai dengan subskrip 2. Sistem dianalisis dalam besaran per satuan massa fluida. Perubahan energi per satuan massa untuk sistem tersebut melibatkan perubahan energi kinetik, potensial dan energi dalamnya seperti pada persamaan (10).
                               
Keterangan :   
                          
                          
                         
sehingga secara umum, persamaan energi untuk proses alir steady-state dapat ditulis sebagai :
            m(u2 – u1) +  1/2 m(u22 – u12)+ mg(z2 – z1) = Q – W                                (23)
W pada persamaan (23) menyatakan semua kerja yang dilakukan oleh fluida, dan nila kerja (W) tesebut merupakan jumlah dari Kerja Poros (Shaft Work, Ws) dan Kerja hasil kali PV dari fluida yang mengalir. Yang dimaksud dengan kerja poros (Ws) adalah kerja yang yang dilakukan atau diterima oleh fluida yang mengalir melalui suatu peralatan sehingga dihasilkan suatu kerja mekanik (misalnya dapat memutar suatu poros atau menggerakan baling-baling pada turbin dan banyak lagi lainnya). Secara matematis dapat dituliskan :
            W = Ws + P2V2 – P1V1                                                                        (24)
selanjutnya substitusikan persamaan (24) ke dalam persamaan (23), sehingga diperoleh :
   m(u2 – u1) + 1/2 m(u22 – u12)+ mg(z2 – z1) = Q – [Ws + P2V2 – P1V1]    (25)
diketahui bahwa, V2 = mv2 dan V1 = mv1, dengan menyusun kembali persamaan (2-23) akan diperoleh :
            m[(u2 + P2V2) –(U1 + P1V1)] + mg(z2 – z1) = Q – Ws        (26)
oleh karena h = u + P V, maka persamaan (24) menjadi :
   m(h2 – h1) +  1/2 m(u22 – u12)+ mg(z2 – z1) = Q – Ws                 (27)
atau                                                            (28)
Persamaan (28) merupakan persamaan umum proses alir steady-state.
            Untuk kebanyakan pemakaian di dalam thermodinamika, perubahan energi kinetik dan energi potensial aliran relatif lebih kecil (sering diabaikan) jika dibandingkan dengan energi bentuk lainnya, sehingga persamaan (28) menjadi :
             ,
atau   
                                                                                               (29)
dalam hal ini, diketahui bahwa enthapi (h) adalah fungsi keadaan, sehingga ia punyai nilai tertentu pada kondisi P dan T tertentu pula, untuk itu sering juga nilai enthalpi ini dapat dilihat pada Tabel-tabel data thermodinamika untuk zat-zat murni tertentu.
Contoh 3 :
Udara pada tekanan 1 bar dan 25 oC memasuki sebuah kompressor dengan kecepatan rendah, tekanan keluar kompressor adalah 3 bar, untuk selanjutnya melewati sebuah nozel, dimana udara tersebut akan terekspansi sehingga kecepatannya menjadi 600 m/det dimana udara kembali pada tekanan 1 bar dan 25 oC seperti semula. Jika pada saat kompressi terjadi adalah 240 kJ per kilogram udara, berapa banyak panas yang dipindahkankan selama proses kompressi tersebut berlangsung ?
  Penyelesaian :
                        Analisis : oleh karena kondisi udara keluar sama dengan kondisi udara masuk, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan enthalpi dari udara. Selanjut perubahan energi kinetik mula-mula (pada titik inlet) dapat dianggap kecil sekali. Abaikan juga perubahan energi potensial baik pada titik inlet maupun titik outletnya, sehingga persamaan (28) menjadi :
                        Q =  1/2 m(u22 )+ Ws                                                                    (A)
                        Karena m tidak diketahui, maka persamaan (A) dinyatakan dalam bentuk per satuan massa.
                        
                        Q = 180 kJ/kg – 240 kJ/kg = -60 kJ/kg.